Tuesday, August 25, 2020

Kajian Ihwal Aturan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw

*KAJIAN TENTANG HUKUM PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW* Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,  إن اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kau untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين. “Tidak tepat iktikad salah satu diantara kamu sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari Muslim). Alhamdulillah, pada tahun ini disaat kita berada di bulan kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah kenikmatan yang amat besar dari Allah Ta'ala bagi seluruh alam. Penting bagi kita sebagai umat Islam untuk bersyukur atas kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaan saat memperingati Maulid Nabi.   Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafi'i dalam kitab karyanya An-Ni'matul Kubro 'Alal 'Alam Fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam pada halaman 5-6 menjelaskan sbb, فَصْلٌ فِي بَيَانِ فَضْلِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال ابو بكر الصديق رضي الله عنه (مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَى قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِي الْجَنَّة) وقال عمر رضي الله عنه (مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ) وقال عثمان رضي الله عنه (مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَى قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَأَنَّمَا شَهِدَ غَزْوَةَ بَدْرٍ وَ حُنَيْنٍ) وقال علي رضي الله عنه وكرّم الله وجهه (مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ سَبَبًا لِقِرَاءِتِهِ لا يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ بِاْلإِيْمَانِ وَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ) *PASAL: KEUTAMAAN PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM* Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq berkata, "(Barangsiapa yang berinfaq satu dirham untuk membaca (dongeng) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam niscaya orang tersebut kawan karibku didalam Surga)," Sayyidina ‘Umar bin Khaththab berkata, "(Barangsiapa yang membesarkan (mengagungkan) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka sangat orang tersebut telah membangkitkan agama Islam)," Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan, "Barangsiapa yang berinfaq satu dirham untuk membaca (cerita) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka seolah-olah orang tersebut telah syahid pada perang Badar dan perang Hunain," Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib berkata, "Barangsiapa yang membesarkan (mengagungkan) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang tersebut menjadi penyebab terhadap bacaan cerita Maulid pasti orang tersebut tidak keluar dari dunia ini kecuali bersama keyakinan dan masuk surga dengan tiada hisab." (Ni’mah Al-Kubro ‘Ala Al-‘Alam Fi Maulid Sayyid Walad Adam [Nikmat Yang Besar Atas Alam Pada Kelahiran Penghulu Keturunan Adam] hal. 5-6 karangan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i)* Al-Hafizh Imam Syihabuddin Abul Fadhil bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar yang kita kenal dengan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagaimana dikutip oleh Imam Jalaludin As-Suyuti dalam kitab al-Hawi lil Fatawi, juz 1 halaman 230 menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad  Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah ritual untuk mensyukuri lezat Allah Ta'ala. وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ. Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadits, مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامةِ "Barangsiapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka saya akan memberi syafa'at padanya di hari qiyamat." (HR. Ibnu Asakir) Demikian yang diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1, hal. 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya. Sekitar lima era yang kemudian Al-Imam Jalaluddin Al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) juga pernah menjawab polemik perihal perayaan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husnu al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut, “عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْن­َ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَار­ِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ­ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”. “Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadits-hadits tentang awal sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan sajian kemudian dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada pemanis-tambah­an lain, yakni tergolong bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) yang melakukannya akan mendapatkan pahala. Karena masalah seperti itu ialah perbuatan mengagungkan ihwal kedudukan Rosululloh dan merupakan menampakkan (menzhahirkan) akan rasa besar hati dan suka cita dengan kelahirannya (Rasululloh) yang mulia. Orang yang pertama kali melaksanakan perayaan maulid ini yakni pemerintah Irbil, Sultan Al-Muzhoffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan senang memberi. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang bagus, dan dialah yang membangun Al-Jami` Al-Muzhoffari di lereng gunung Qasiyun”. Pernyataan Al-Imam Al-Hafizh Al-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “Al-Ajwibah Al-Mardliyyah," “لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ­ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْ­نَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”. “Perayaan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, belum pernah dilakukan oleh seorangpun daripada kaum Al-Salaf Al-Sholeh yang hidup pada tiga masa pertama yang mulia, melainkan baru ada setelahnya. Dan ummat Islam di semua tempat dan kota-kota besar selalu mengadakan perayaan Maulid Nabi pada bulan kelahirannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mulia. Mereka menyelenggarakan jamuan-jamuan kuliner yang hebat dan diisi dengan hal-hal yang mengasyikkan dan baik. Pada malam harinya, mereka banyak sekali-bagai sodaqoh, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih dibandingkan dengan kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian al-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, menurut pendapat yang paling shoheh yakni malam senin, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pertimbangan -pendapat lain. Oleh akhirnya tidak duduk perkara melakukan kebaikan ini dihari-hari yang istimewa ini baik siang maupun malamnya sesuai dengan kesiapannya saja, bahkan diusulkan semoga amalan baik ini dilakukan disepanjang hari dan malanya sebulan sarat .” Pernyataan Al-Syaikh Al-Islam Khatimah Al-Huffadzh Amir Al-Mu’minin Fi Al-Hadits al-Imam Ahmad Ibn Hajar Al-`Asqalani, “أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”. “Asal perayaan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukilkan dari Al-Salaf Al-Shaleh yang hidup pada tiga periode pertama, namun walaupun demikian perayaan maulid mengandung kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barang siapa dalam perayaan maulid berusaha melaksanakan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang jelek), maka itu yakni bid`ah hasanah”. Al Hafidzh Ibn Hajar juga menyampaikan: “Dan telah aktual bagiku dasar pengambilan perayaan Maulid di atas akan adanya dalil yang tsabit (Shaheh)،Yaitu hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, datang ke Madinah, ia menjumpai kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura’ (10 Muharram), kemudian Nabi menanyakan kepada mereka? Mereka menjawab: Asyura’ yaitu hari dimana Alloh menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa As. Maka kami berpuasa pada hari Asyura’ selaku bentuk syukur kami kepada Alloh.” Dari hadits ini bisa diambil satu faidah diperbolehkannya melakukan syukur kepada Allah atas anugerah dari-Nya di hari tertentu, baik menerima nikmat atau terlepas dari bencana alam, dan hal tersebut mampu dilakukan secara berulang kali setiap tahun. Bersyukur kepada Allah mampu diwujudkan dengan aneka macam ibadah, mirip sujud, puasa, sodaqoh dan membaca Al-Qur'an. Dan manakah nikmat yang lebih agung ketimbang kelahiran seorang Nabi, Nabi pembawa rahmat, di hari tersebut? Dari uraian ini diusulkan untuk berusaha untuk menyesuaikan dengan hari kelahirannya biar sesuai dengan kisah Musa As, di hari Asyura’. (Al-Hawi lil-Fatawi li Al-Hafizh Al-Suyuthi jilid 1 hal :301). Pernyataan Al-Hafizh Al-Dzahabi, “Orang yang pertama kali melakukan Maulid yakni penguasa Irbil, Raja Al-Muzhoffar Abu Sa’id Kaukabari bin Zainuddin Ali bin Buktukin (549-630 H, iparnya Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia. Ia mempunyai riwayat hidup yang bagus. Dan dia sudah memakmurkan masjid Jami’ Al-Muzhaffar di lereng gunung Qasiyun. Bahkan Al-Dzahabi berkata, “Ia raja yang rendah diri, baik, Sunni (pengikut Ahlisunnah wal Jama’ah) dan menyayangi ulama fikih dan andal hadits.” (Siyar A’lam an Nubala’, jilid 22 halaman 336). Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab “Tarikh”nya, menyatakan bahwa Malik Al-Muzhaffar mengamalkan maulid Nabi di bulan Rabi’ul Awal dan melaksanakan perayaan yang besar. Dia yaitu sosok pintar hatinya, pemberani, handal, pandai akalnya, cerdik dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan daerah kembalinya. فقام عند ذلك السبكي، وجميع من عنده فحصل أنس كبير في ذلك المجلس ، وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن. قال الإمام أبو شامة شيخ النووي: من أحسن ما إبتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقة والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن فيه مع الإحسان للفقراء إشعارا بمحبته صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وشكر على ما من به علينا.  قال السخاوي وحدوث عمل المولد بعد القرون الثلاثة ، ثم لا زال المسلمون يفعلونه. وقال إبن الجوزي من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشري عاجلة، واول من أحدثه من الملوك المظفر. قال سبط إبن الجوزي في مرأة الزمان: حكي لي من حضر سماط المظفر في بعض المولد أنه عد فيه خمسة الاف رأس غنم شواء وعشرة ألاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين الف صحن حلواء ، وكان يحضره أعيان العلماء والصوفية ، ويصرف عليه ثلاثمائة الف دينار.   (إسعاد الرفيق جزء 1 ص 26). Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggab baik perayaan maulid dan berkumpulnya insan untuk merayakannya. Imam Abu Syammah Syaikh al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melaksanakan kebaikan seperti hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh penduduk lazim di hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. diantarnya sedekah, berbuat baik, menunjukkan dekorasi dan kebahagiaan. Maka bantu-membantu dalam hari tersebut beliau merekomendasikan supaya umat muslim berbuat baik kepada para fakir selaku syiar kecintaan terhadap baginda Rasul. mengangungkan dia, dan sebagai istilah rasa syukur. (Kitab As'ad Ar-Rafiq juz 1 hal. 26) Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah ulama panutan salafi wahabi yang anti dan menolak maulid dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukhalafatu Ashhabi al-Jahim halaman 297, dia mengomentari acara maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sbb: فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم، مخالفة أصحاب الجحيم: ص/٢٩٧. "Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang kadang dijalankan oleh sebagian orang. Dan baginya dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar alasannya tujuan yang bagus dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga dia. Sebagaimana yang telah saya sampaikan padamu." (Syaikh Ibnu Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukhalafatu Ashhabi al-Jahim: 297) Berdasarkan kesaksian para imam dan para ulama masyhur diatas, maka terperinci sudah, bahwa Perayaan maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah suatu terobosan dan ilham untuk membangkitkan keimanan yang dirintis oleh Raja Al-Muzhaffar. Juga perkataan dari Al-Salaf Al-Sholeh (tiga generasi pertama : Shohabat, Tabi’in, dan Tabi’i Al-Tabi’in) sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafi'i dalam karyanya diatas. Maka berlakulah padanya Qoidah budpekerti sesuai kaidah Ushul Fiqih, الأصل في العبادات المنع إلا إذا ورد بها الشرع والأصل في العادات الإباحة “Asal aturan ibadah adalah dihentikan, sehingga datang perintah dari Syara’ (Agama) untuk melakukannya. Sedangkan hukum ‘akhlak/kebiasaan itu yaitu dibolehkan”. الإباحة اصطلاحا هو ما لا حرج على المكلف في فعله ولا تركه لذاته ، أو هو ما خير بين فعله وتركه من غير تخصيص أحدهما بثواب ولا عقاب “Ibaahah/Boleh” menurut istilah (secara Syari’at) adalah perbuatan yang tidak jadi dosa bagi orang Mukallaf (Orang yang telah tertuntut oleh aturan Syari’at), baik didalam mengerjakannya atau meninggalkannya, Atau bisa jadi diantara melaksanakan dan meninggalkannya itu lebih baik dengan tanpa harus memilih salah satu dari keduanya itu dengan pahala atau siksa”. يكون المباح حراماً إذا اختلط بمحرم أو كان وسيلة له “Sesuatu yg dibolehkan mampu berubah jadi haram, bila di campuri dengan kasus yg di haramkan. Atau dia menjadi haram sebab sudah jadi fasilitas mediator untuk perkara yg diharamkan”. المباح قد ينقلب مندوباً أو واجباً أو حراماً أو مكروهاً بالنية أو لكونه وسيلة, أن للوسائل حكم المقاصد, ويتغير الحكم بتغير القصد “Al-Mubah” (Perkara yg dibolehkan), sewaktu2 mampu berganti hukumnya menjadi sunat, wajib, haram dan makruh, tergantung bagaimana niatnya atau alasannya keadaannya merupakan suatu wasilah/fasilitas mediator. maka untuk segala kasus yang cuma ialah perantara itu berlaku padanya Hukum niat-nya (tergantung pada niatnya). Dan hukumnya itu mampu berubah, dengan berubahnya tujuan/niat itu sendiri”. Al-Syaikh Ibnu Muflih Al-Maqdisi Al-Hambali dalam “Al-Adabu Al-Syar’iyyah”nya menyatakan sebuah Qoidah dalam menyikapi sebuah budpekerti, لا ينبغي الخروج من عادات الناس إلا في الحرم “Tidak semestinya keluar dari etika-adatnya orang-orang kecuali dalam hal yang diharamkan.” Al-Hasil adat kebiasaan peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ini boleh sebab sungguh terbukti tidak ada dalil Muthlaq akan ke-Haraman-nya. dan terbukti Syara’ tidak melarangnya. Wallahu a'lam Demikian Asimun Ibnu Mas'ud memberikan biar berfaedah. Aamiin *والله الموفق الى أقوم الطريق*
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com


EmoticonEmoticon