FAHAM KEISLAMAN YANG BERKEMBANG DI INDONESIA Telah dikemukakan di awal bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sejak era 7 namun gres meningkat pada masa 12. Ketika itu imbas Islam menjadi aktual sejak berdirinya kerajaan Islam pertama, Samudera Pasai yang kemudian dibarengi oleh kerajaan- kerajaan Islam lainnya. Kebanyakan pakar berpendapat bahwa faham keagamaan yang dianut oleh para penyebar Islam pertama yakni Sunni yang menon- jolkan faktoraspek sufistik. Meskipun demikian, ada pula varian faham Syi’ah dalam faham keagamaan di Nusantara. Ada banyak hal yang menandai bahwa Islam di Indonesia ber- fahamkan sunni. Dalam primbon Sunan Bonang, Sunan Bonang menyebut berbagai kitab dan nama pengarangnya, antara lain Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, Talkhishul Minhaj ringkasan karya Imam An-Nawawi, Qutul Qulub karya Abu Talib Al-Makki, Abu Yazid Al-Busthami, Ibnu ‘Arabi, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dan lain sebagainya. Dalam Pirmbon Sunan Bonang juga terdapat ilmu fikih, tauhid, dan tasawuf yang disusun menurut faham Sunni dan bermadzhab Syafi’i. Di antara ulama-ulama besar yang menulis kitab tasawuf yakni, Syekh Yusuf Al-Makasari yang menulis kitab Zubdatul Asrar, Tajul Asrar, Mathalibus Salikin dan lain sebagainya. Lalu timbul tokoh-tokoh sufi seperti Nuruddin ArRaniri, Abdurrauf Singkel, Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani. Martin Van Brunessen, seorang peneliti asal Jerman, menyatakan bahwa Islam, yang diajarkan di Asia Tenggara, tergolong Indonesia sangat diwarnai oleh aliran sufi. Para sejarahwan mencatat bahwa sufistik menjadi pesona tersendiri bagi orangorang Asia Tenggara sehingga menjadi salah satu faktor proses penyebaran Islam berlangsung cepat. Corak tasawuf ini terus berkembang di Indonesia hingga saat ini, di mana perilakuperilaku sufistik dan hobi terhadap halhal yang keramat masih meliputi orang Indonesia. Corak ini semakin kental dikala organisasiorganisasi sufi yang umum disebut tarekat telah mendapatkan pengikut yang tersebar di Indonesia. Orang-orang yang gres kembali dari Makkah dan Madinah membuatkan tarekat Syattariyyah, kerap kali perpaduan antara Naqasyabandiyah dan Khalwatiyah. Tarekat Rifa’iyyah dan Qadiriyyah juga tersebar. Syekh Yusuf Makasar diketahui selaku pengikut tarekat Khalwatiyah. Abdurrauf Singkel dikenal selaku pengikut tarekat Syatariyah, dan sebagainya. Selain corak tasawuf yang begitu kental, dalam lapangan fikih, Islam di Indonesia juga sangat kental diwarnai oleh madzhab Syafi’i. Madzhab Syafii digunakan oleh lebih banyak didominasi muslim di Indonesia sejak zaman Samudera Pasai hingga dikala ini. Selain data-data sejarah di atas, fakta di lapangan yang mengambarkan bahwa madzhab Syafi’i mendominasi di Indonesia adalah dari kitab kitab rujukannya. Kitabkitab bermadzhab Syafi’i menjadi literatur wajib di pesantren, baik itu karya Imam Syafi’i maupun karya para ulama yang lain yang menganut madzhab ia. Di antara karya-karya besar Imam Syafi’i yakni kitab Al-Umm yang menjadi kitab induk fikih madzhab Syafi’i. Kitab ini berisi qaul jadid Imam Syafi’i. Karya ia lainnya ialah Ar-Risalah (tentang Ushul Fikih), Jami’u Ulumil Qur’an (tentang Al-Qur’an), Musnad Imam Syafi’i (hadits), Diwan Imam Asy- Syafi’i dan masih banyak lagi. Sedangkan karya-karya ulama yang bermadzhab Syafi’i ialah karya Imam Nawawi (Riyadhus Shalihin, Al- Adzkar, Arba’in Nawawi, dan lain-lain), karya Ibnu Hajar Al-Asqalani (Fathul Bari), karya Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), karya Jalaluddin As- Suyuthi (Tafsir Jalalain dan ratusan kitab lainnya). Dari berbagai judul kitab tumpuan di atas, menandakan bahwa karya para ulama madzhab Syafi’i yang dijadikan acuan para ulama bukan hanya sebatas dalam ilmu fikih semata tetapi juga ilmuilmu lainnya mirip tafsir, hadits, ushul fikih, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf yang dikaji ialah karya-karya Imam Al- Ghazali seperti Ihya’ ‘Ulumuddin, Al Munqidz minadl Dlalal, Bidayatul Hidayah, Minhajul Abidin, dan lain-lain. Sedangkan dalam iktikad, kitab-kitab yang dipelajari yaitu kitab-kitab Asy’ariyah, mirip Aqidatul Awam, Kifayatul Awam, Umul Bahrain, dan sebagainya. Faham keagamaan yang meningkat di Indonesia yaitu Ahlussunnah Waljama’ah atau biasa diketahui dengan Aswaja atau Sunni yang kental dengan tasawuf dan dalam lapangan fikih bermadzhabkan Imam Syafii. TOKOH-TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA Tokoh-tokoh yang mula-mula mengembangkan agama Islam di Indonesia yakni para pedagang. Selain menenteng dan menunjukkan barang jualan, mereka juga menenteng dan memberitakan agama. Artinya, mereka juga memperkenalkan agama Islam dan menyebarkannya terhadap penduduk. Meskipun Islam telah masuk Indonesia pada kala 7 tetapi penye- barannya gres berlangsung secara massif pada abad 12 dan 13. Menurut A. Jons, para penyebar agama Islam pada kala 12 dan 13 yaitu para dai dari golongan sufi. Dalam catatan A. Hasyimi, menurut naskah Izhhar al-Haq fi Mamlakat Ferlah wal Fasi karangan Abu Ishaq Al-Makarani Al-Fasi, Tadzkirat Thabaqat Jumu Sulthanus Salathin karya Syekh Samsul Bahri Abdullah Al-Asyi dan Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai, menyatakan bahwa kerajaan Perlak, Aceh ialah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang diresmikan pada tanggal 1 Muharram 225 H (840 M) dengan raja pertamanya Sultan Alaudin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah. Tokoh penting yang menyebarkan agama Islam di Perlak ialah Nahkoda Khalifah. Sekitar era 9 Nahkoda Khalifah menjinjing anak buahnya dan mendarat di Perlak. Di samping kapal jualan , kapal yang dikendarainya juga memuat para juru dakwah yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Dalam abad waktu kurang dari setengah kurun, raja dan rakyat Perlak secara sukarela mengubah agama mereka dari Hindu-Budha menjadi Islam. Salah satu anak buah Nahkoda Khalifah lalu mengawini Putri Raja Perlak dan lalu melahirkan putra yang bernama Sayyid Abdul Aziz yang lalu memproklamerkan Kerajaan Perlak. Ibu kotanya yang semula berjulukan Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai penghargaan terhadap Nahkoda Khalifah. Sementara itu, berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai seorang ulama berjulukan Syekh Ismail tiba dari Makkah lewat Malabar ke Pasai. Ia sukses mengislamkan Merah Silu, raja Samudera Pasai yang kemudian bergelar Merah Silu (wafat 1297). Seabad kemudian sekitar tahun 1414, berdasarkan Sejarah Melayu, penguasa Malaka juga telah diislamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang Arab dari Jeddah. Raja Malaka yang berjulukan Parameswara berubah nama dan gelar menjadi Sultan Mahmud Syah. Dalam Hikayat Merong Mahawangsa, seorang dai berjulukan Syekh Abdullah Al-Yamani dari Makkah sudah mengislamkan Phra Ong Mahawangsa, penguasa Kedah yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Muzhafar Syah. Sebuah histtoriografi dari Aceh lainnya menyebutkan bahwa seorang dai bernama Syekh Jamalul Alam dikirim Sultan Usmani (Ottoman) di Turki untuk mengislamkan penduduk Aceh. Riwayat lain menyampaikan bahwa Islam diperkenalkan ke daerah Aceh oleh Syekh Abdullah Arif sekitar tahun 1111 M. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa terdapat sekumpulan juru dakwah yang dipimpin oleh Abdullah Al-Malik Al-Mubin. Para juru dakwah ini dibagi berdasarkan daerah masing-masing. Syekh Sayid Muhammad Said untuk tempat tempat Campa (Indo-Cina), Syekh Sayid At-Tawawi, dan Sayyid Abdul Wahhab ke Kedah (Malaysia), Syekh Sayyid Muhammad Dawud ke Patani (Thailand), Syekh Sayyid Muhammad untuk Ranah Minangkabau (Indonesia) dan Syekh Abdullah bin Abdul Malik Al-Mubin untuk kawasan Aceh sendiri. Tokoh lain yang berperan dalam Islamisasi di Pulau Sumatera ialah Said Mahmud Al-Hadlramaut yang telah mengislamkan Raja Guru Marsakot dan rakyatnya di wilayah Sumatera Utara. Seorang turis berjulukan Mabel Cook Cole menyatakan bahwa seorang muslim Sulaiman sudah brada di Nias sejak tahun 851 . Al-Mubin berada di Aceh pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Inayat Syah. Sedangkan penyebar Islam di Deli adalah Imam Shadiq bin Abdullah. Sementara itu, tokoh sentral penyebaran Islam di Pulau Jawa yang lalu diketahui dengan julukan Wali Sanga (Wali Sembilan). Para hebat berlawanan usulan tentang pemahaman wali sanga ini. Ada yang beropini bahwa Wali Sanga itu hanya selaku ungkapan sejumlah wali dalam satu dewan. Makara, jumlah wali sanga tidak harus sembilan. Bahkan konon Syekh Siti Jenar dahulunya sebelum menyebarkan pedoman Ittihad (Manunggaling Kawula Gusti) adalah juga anggota wali sanga. Pendapat lain menyampaikan berpendapat bahwa wali sanga itu yaitu nama satu dewan yang berisi Sembilan wali. Jika ada satu wali yang pergi atau meninggal dunia, maka digantikan wali lainnya. Namun, jika ada istilah Wali Sanga, maka secara umum yang dimaksud adalah Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria. Inilah yang dimaksud dengan istilah Wali Sanga dalam pandangan lazim.
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com
pop
Home
Pendidikan Agama Islam
Sejarah Indonesia
Faham Keislaman Yang Berkembang Di Indonesia Dn Tokoh-Tokoh Penyebarny
Saturday, October 17, 2020
Faham Keislaman Yang Berkembang Di Indonesia Dn Tokoh-Tokoh Penyebarny
Diterbitkan October 17, 2020
Artikel Terkait
- Imam Abu hamid al-Ghozali berkata dalam Kitab Ihyaa’ Adab berdoa ada sepuluh ringkasan
- MEMAHAMI QUNUT DAN DALILNYA Pengertian qunut Menurut bahasa qunut berasal dari bahas
- KISAH 3 (DIKEJAR JIN IFRIT) Tatkala ia melanjutkan perjalanan diatas buroq datang-tiba
- A. PERILAKU KEAGAMAAN Agama Islam bersumber dari wahyu Allah, Alqur’an,
- A. PENGERTIAN IJTIHAD Kata Asal kata Artinya Ijtihad Dari isim mashdar al-juh
- A. KARAKTER DAN UNSUR-UNSUR DALAM PESANTREN Pesantren ial
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon