AJARAN AKIDAH AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH Akidah Ahlussunnah Waljama’ah yaitu dogma yang moderat. Tidak terlalu ekstrim ke kanan mirip Jabbariyah tidak terlalu ekstrim ke kiri (Qadariyah). Ahlussunnah mengakui bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh Tuhan, namun insan memiliki andil juga dalam perbuatannya yang disebut dengan kasb. Sementara kalangan Jabbariyah berpendapat bahwa semua perbuatan insan diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki andil sama sekali dalam perbuatannya. Sebaliknya kelompok qadariyah beropini bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh dirinya sendiri. Tuhan tidak turut campur dalam tindakan manusia. Dalam soal mengkafirkan orang lain, Ahlussunnah juga sungguh berhati-hati. Ahlussunnah tidak menilai orang mukmin yang berbuat dosa itu kafir dan tidak pula fasik. Tetapi ia yaitu mukmin yang berdosa. Kelak di darul baka dihukum sesuai dengan dosa yang dilakukannya di dunia. Dalam hal melihat Allah, Ahlussunnah berpendapat bahwa kelak di surga orang mukmin mampu melihat Allah sedangkan di dunia manusia tidak mampu menyaksikan Allah. Pendapat ini berbeda dengan usulan Mu’tazilah yang menyatakan orang mukmin tidak bisa melihat Allah di dunia dan di darul baka. Mengenai Al-Qur’an, Ahlussunnah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu yaitu kalamullah dan bukan makhluk. Berbeda dengan pertimbangan Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu yakni makhluk. Mengenai antropomorfisme, Ahlussunnah yakin bahwa Allah mempunyai mata dan tangan, tetapi tidak mampu disamakan dengan mata dan tangan manusia. Sedangkan Ahlussunnah Maturidiyah berpendapat bahwa ayat-ayat tentang antropomorfisme mesti ditakwilkan. Tangan Allah berarti kekuasaan Allah, tampang Allah berarti Dzat Allah, dan mata Allah mempunyai arti persepsi Allah. Mengenai sifat, Ahlussunnah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat namun sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Berbeda dengan muktazilah yang beropini bahwa Allah tidak mempunyai sifat. Mengenai keadilan Tuhan, Ahlussunnah beropini bahwa keadilan Tuhan itu yaitu menempatkan sesuatu sesuai dengan daerah yang sesungguhnya. Kaprikornus, tidak ada sesuatupun yang mengharuskan Tuhan. Sebab kalau Tuhan memiliki kewajiban bermakna Tuhan terpaksa. Akidah Ahlussunnah Waljama’ah ialah keyakinan yang moderat. Tidak terlalu ekstrim ke kanan seperti Jabbariyah tidak terlalu ekstrim ke kiri (Qadariyah). SUMBER HUKUM AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH DALAM FIKIH Golongan Ahlussunnah Waljama’ah beropini bahwa sumber aturan dalam fikih itu adalah: 1 Al-Qur’an 2. Hadits 3. Ijtihad Al-Qur’an dan hadits menjadi sumber hukum pertama dan kedua dalam Agama Islam yaitu akad seluruh ulama. Adapun ijtihad, ada banyak ragamnya. Ada ijtihad kolektif yang umum disebut dengan ijmak dan ada ijtihad individu. Ijtihad individu memakai qiyas atau analogi, istihsan, dan sebagainya. Menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah seseorang yang tidak memiliki kesanggupan untuk berijtihad tidak diperbolehkan mengambil hukum langsung dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan hadits sehingga beliau harus menentukan salah satu madzhab. Sebab bila dia pribadi merujuk terhadap Al-Qur’an dan hadits memiliki arti beliau telah berijtihad sendiri. Padahal syarat-syarat ijtihad sungguh berat. Diantaranya yaitu mesti betul-betul mengetahui Al-Qur’an dan hadits, mengenali asbabun nuzul dan asbabul wurudnya, mengenali tafsirnya, memahami bahasa Arab, dan masih banyak syarat lain yang sulit untuk diraih oleh orang pada zaman sekarang. TASAWUF Dalam Agama Islam dikenal istilah kepercayaan, islam, dan ihsan. Tasawuf ialah cerminan dari ihsan. Menurut Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab, ihsan adalah: Artinya: “Ihsan yaitu engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatnya, meskipun kamu tidak melihat-Nya sesungguh- nya Dia melihatmu”(HR Muslim) Banyak ulama yang mendefinisikan tasawuf tersebut. Salah satunya yaitu Syekh Abul Qasim Al-Junaidi bin Muhammad Al-Kazzaz An- Nahwandi yang mendefinisikan tasawuf selaku berikut: Artinya: “Tasawuf yaitu, hendaknya engkau selalu bersama Allah tanpa adanya perantara”. Kalangan Ahlussunnah Waljama’ah tidak menolak adanya tasawuf ini sebagaimana orang-orang yang sering membid’ahkannya. Akan namun, dalam tasawufpun kalangan Ahlussunnah Waljama’ah juga selektif, artinya kalangan Ahlussunnah Waljama’ah tidak mendapatkan faham wahdatul wujud (manunggaling kawula Gusti). Dalam perspektif Ahlussunnah Waljama’ah tasawuf mesti berlandas- kan syari’at. Salah satu platform Ahlussunnah Waljama’ah yaitu: Artinya: “Hakekat tanpa syari’at yaitu bathil sedangkan syariat tanpa hakekat ialah tidak berguna.” Kalangan Ahlussunnah Waljama’ah menolak tasawuf yang mengatakan bahwa jika insan telah mencapai hekekat maka dia tidak lagi menjalankan syari’at sebab kewajiban melaksanakan syariat itu semoga manusia menjadi baik. Jika sudah baik, untuk apa lagi syari’at? Bagi golongan Ahlussunnah Waljama’ah keharusan menjalankan syari’at berlaku bagi siapa pun. Nabi Muhammad yang ialah manusia terbaik saja tetap mengerjakan syari’at, terlebih orang lain? Oleh alasannya adalah itu, yang menjadi tokoh-tokoh panutan dalam tasawuf yaitu seperti Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Imam Al-Ghazali, Syaikh Junaid Al-Baghdadi, Abu Hasan As Syadzili dan para tokoh-tokoh tasawuf lain yang tidak meninggalkan syari’at. Bagi kalangan Ahlussunnah Waljama’ah, keharusan mengerjakan syari’at berlaku bagi siapa pun. Termasuk bagi kaum tasawuf yang sudah mencapai maqam hakekat. MENGENAL MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF Bentuk jamak dari maqam yaitu maqamat, adalah hal yang dibahas dalam aneka macam bentuk di dalam pedoman-fatwa tasawuf, meskipun kesemuanya diawali dari taubat. Para ulama andal tasawuf mengemukakan tertib maqamat yang berlawanan-beda. Berikut ini yakni para andal tasawuf yang mengemukakan tingkatan maqamat-maqamat tersebut: Tingkatan Maqamat As Siraj Ath Thusi 1. taubat, 2. wara’, 3. zuhud, 4. fakir, 5. sabar, 6. tawakal, 7. ridha. Abu Thalib Al Makki 1. taubat, 2. sabar, 3. syukur, 4. harapan (raja’), 5. takut (khauf), 6. zuhud, 7. tawakal, 8. ridha, 9. cinta (mahabbah) As Suhrawardi 1. taubat, 2. wara’, 3. zuhud, 4. tabah, 5. fakir, 6. syukur, 7. takut (khauf), 8. impian (raja’), 9. tawakal, 10. Ridha Ibnu ‘Atha’llah As Sakandari 1. taubat, 2. zuhud, 3. sabar, 4. syukur, 5. takut (khauf), 6. impian (raja’), 7. tawakal, 8. ridha, 9. cinta (mahabbah) Imam Al Ghazali 1. taubat, 2. tabah, 3. syukur, 4. cita-cita (raja’), 5. takut (khauf), 6. fakir, 7. zuhud, 8. tauhid, 9. tawakal, 10. cinta (mahabbah) Bentuk jamak dari maqam adalah maqamat, ialah hal yang dibahas dalam banyak sekali bentuk di dalam aliran-aliran tasawuf, walaupun kesemuanya diawali dari taubat
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com
pop
Wednesday, October 14, 2020
Mengenal Maqam-Maqam Dalam Tasawuf
Diterbitkan October 14, 2020
Artikel Terkait
- FAHAM KEISLAMAN YANG BERKEMBANG DI INDONESIA Telah dikemukakan di awal bahwa Islam
- TOKOH-TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA Tokoh-tokoh yang mula-mula mengembangkan agam
- A. PENGERTIAN UKHUWAH Para siswa, insan ialah makhluk sosial yang diciptakan Allah, se
- PENYAMPAIAN AJARAN AHLUSSUNNAH KEPADA GENERASI PENERUS Ajaran Islam yang terkandung dala
- Jadikan Syaitan Kelelahan dan Kehabisan Tenaga Wahai umat insan! Jadikan syaitan kalian
- SEJARAH PEMBENTUKAN IPNU-IPPNU Tahun 1373 H, atau bertepatan dengan 1954 M ialah titik p
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon