Saturday, October 17, 2020

Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA Para ahli sejarah mencatat bahwa Islam masuk di Indonesia melalui jalur perdaganagn. Masuknya agama Islam di Nusantara lewat jalur jual beli berjalan dengan cara-cara tenang. Berbagai sumber sejarah mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun keberadaan para pemeluk anutan Islam menjadi jelas pada periode ke-13 yang ditandai dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai di Aceh sebagai kerajaan Islam yang pertama. Dalam perkembangannya terdapat perbedaan usulan terkait teori kedatangan Islam ke Indonesia. Setidaknya ada tiga persoalan pokok yang diperdebatkan, ialah, daerah kehadiran Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Ada beberapa teori wacana kedatangan Islam ke Indonesia ialah selaku berikut: Teori Gujarat Teori Gujarat dianut oleh para ahli dari Belanda. Penganut teori ini berkeyakinan bahwa Islam masuk ke Indonesia alasannya dibawa oleh para penjualdari Gujarat (India). Pencetus teori ini yaitu Pijnappel dari Universitas Leiden, Belanda. Teori ini dibarengi oleh Snouck Horgronje, Stuterheim, dan Moquette. Menurut Pijnappel, orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i bermigrasi dan menetap di kawasan India lalu menenteng Islam ke Indonesia. Snouk Horgronje menitikberatkan pandangannya ke Gujarat sebagai asal menurut tiga hal, yakni; 1. kurangnya fakta yang menjelaskan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. 2. hubungan dagang Indonesia-India sudah terjalin. 3. inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera menunjukkan gambaran relasi antara Sumatera dengan Gujarat. Moquette mendasarkan pandangannya pada kerikil nisan yang ditemukan di Samudera Pasai yang ialah nisan Malik As-Shaleh mirip dengan watu nisan yang didapatkan di Gresik yang merupakan makam Maulana Malik Ibrahim. Ia berpendapat bahwa orang-orang Indonesia mengimport watu nisan dari Gujarat dan mengambil pedoman agama Islam dari sana. Stuterheim, salah seorang sarjana Belanda juga, menyatakan masuknya agama Islam di Indonesia pada masa 13 menurut bukti kerikil nisan yang pertama kali didapatkan, adalah nisan Malik As-Shaleh yang wafat pada tahun 1297. Menurutnya Islam disebarkan lewat jalur perdagangan Indonesia- Cabay (India)- Timur Tengah-Eropa. Selain itu beliau mendasarkan pada relief watu nisan Malik As Shaleh mempunyai kesamaan dengan kerikil nisan dari Gujarat. Dengan demikian baik berdasarkan Pijneppel, Hurgronje, Moquette, maupun Stutterheim, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Gujarat, India pada periode 13-14Masehi lewat jalur perdagangan. Berbeda dengan keempat tokoh di atas, J.C. Van Leur yang juga termasuk tokoh teori Gujarat beropini pada tahun 674 Masehi di pantai barat Sumatera telah terdapat perkampungan Islam. Dengan usulanbahwa Bangsa Arab telah membuat perkampungan di Kanton (Tiongkok) pada masa IV M. Perkampungan ini mulai dibicarakan lagi pada tahun 618 dan 626. pada pertumbuhan selanjutnya, ternyata perkampungan ini sudah mempraktekkan aliran agama Islam mirip yang terdapat di sepanjang jalur jual beli Asia Tenggara. Berdasarkan keterangan Van Leur di atas dapat disimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantara tidaklah terjadi pada kurun XIII melainkan pada kurun 7. Abad 13adalah masa kemajuan Islam. Perluasan lebih lanjut terjadi pada kurun 16 sebagai balasan perubahan politik di India. Teori Guajarat ini menuai kritik dari ahli yang lain yakni Morisson. Menurutnya walaupun watu nisan yang ada  di  Indonesia  berasal dari Gujarat, namun bukan berarti Islam berasal dari sana. Sebab Raja Samudera Pasai wafat pada tahun 1297 padahal pada ketika itu Gujarat masih ialah kerajaan Hindu. Menurutnya, Islam masuk ke Indonesia pada masa 13 dari Corromandel, (India timur) Teori Persia Teori kedua wacana masuknya Islam di Indonesia yaitu Teori Persia. Pembangun teori ini ialah Hoesin Djajaningrat. Teori ini menyatakan bahwa proses kehadiran Islam ke Indonesia berasal dari kawasan Persia atau Parsi (sekarang Iran). Teori ini menitikberatkan terhadap kesamaan kebudayaan Indonesia dengan Persia. Kesamaan kebudayaan tersebut di antaranya yakni: 1. Kesamaan perayaan 10 Muharram sebagai hari perayaan Syi’ah kepada syahidnya Husain. 2. Kesamaan aliran wahdatul wujud (manunggaling kawula gusti) Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Persia, Al-Hallaj. 3. Penggunaan ungkapan dalam tanda suara harakat dalam pengajian Al-Quran seperti jabar (Arab: Fathah). 4. Nisan Malik As-Shaleh dipesan dari Gujarat. Argumen ini sama persis dengan argument teori Gujarat. 5. Pengakuan umat Islam Indonesia yang dominan bermadzhab Syafi’i sama dengan madzhab Muslim Malabar. Pandangan ini agak ambigu karena di satu sisi menekankan persamaannya dengan budaya Persia namun di sisi lain, dalam hal madzhab cuma berhenti di Malabar tidak sampai ke Makkah. K.H. Saifudin Zuhri, salah seorang intelektual muslim dan mantan menteri agama menyatakan sukar untuk menerima pendapat ini. Sebab jika Islam masuk Indonesia pada kala VII mempunyai arti ketika itu masih dalam pemerintahan Dinasti Umayyah. Pada dikala itu tampuk kekuasaan dipimpin oleh bangsa Arab yang berpusat di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad. Tidak mungkin Islam Indonesia berasal dari Persia mengingat pada zaman itu Islam juga baru masuk Persia. Teori Arabia Teori ketiga yaitu teori Arabia. Teori ini merupakan koreksi kepada teori Gujarat dan bantahan kepada teori Persia. Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia ialah eksklusif dari Mekah atau Arab. Terjadi pada periode pertama Hijriyah atau kurun ke-7 Masehi. Di antara para jago yang mengikuti teori ini yakni Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, Naquib Al- Attas, A. Hisyami, dan Hamka. Arnold menyatakan bahwa para pedagang Arab yang menyebarkan Islam ke Indonesia pada dikala mereka menguasai perdagangan pada awal masa Hijriah. Crawfurd menyatakan bahwa Islam Indonesia dibawa pribadi dari Arabia meskipun interaksi penduduk Nusantara dengan muslim di timur India juga ialah aspek penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara Keijzer memandang bahwa Islam Indonesia dibawa dari Mesir berdasarkan kesamaan kedua madzhab pada dikala itu, ialah madzhab Syafi’i. Naquib Al­Attas menolak temuan epigrafis yang menyamakan batu nisan Indonesia dengan Gujarat selaku titik tolak penyebaran Islam di Indonesia. Menurutnya, bukti terpenting yang harus dikaji dalam membicarakan kehadiran Islam di Indonesia yaitu karakteristik Islam di Nusantara yang beliau sebut dengan “Teori Umum ihwal Islamisasi di Nusantara” yang didasarkan terhadap literatur Nusantara dan persepsi dunia Melayu. Menurut Al-Attas sebelum era 17 seluruh literatur Islam yang berkaitan tidak mencatat satupun penulis dari India. Pengarang yang oleh barat dianggap selaku orang India ternyata beliau yaitu orang Persia atau Arabia. Bahkan ada pengarang yang dianggap orang Persia ternyata dia orang Arab. Nama dan gelar para pembawa Islam memberikan bahwa mereka yaitu orang Arab atau Persia. Tokoh lain pembela teori ini yaitu Hamka. Hamka mendasarkan teorinya pada peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia. Menurutnya, Gujarat hanyalah ialah kawasan singgah dan Makkah yakni pusat Islam sedangkan Mesir yaitu kawasan pengambilan pelajaran. Hamka menekankan pengamatannya kepada dilema madzhab Syafi’i yang istimewa di Makkah dan mempunyai penagruh yang besar di Indonesia. Hamka juga menolak pikiran bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad 13. Islam sudah masuk Nusantara pada kala 7. Hamka juga menolak teori Persia yang mendasarkan pada persamaan budaya antara Indonesia dengan Persia. Menurutnya tradisi Tabut bukan bermakna Islam Indonesia bercorak Syi’ah sebab Muslim Indonesia yang bukan Syi’ah pun juga menghormati Hasan dan Husain. Namun bukan memiliki arti beliau menafikan efek Syi’ah atau Persia di Indonesia, utamanya dalam bidang tasawuf. Menilik dari ketiga tori di atas, mampu diambil kesimpulan bahwa Islam telah ada di Indonesia sejak abad 7 M atau kala 1 H. Namun perkembangannya yang signifikan gres terlihat pada abad 12 dan   16 M. Penyebar agama Islam yakni orang-orang Arab, kemudian baru orang Persia dan India. Begitu pula asalnya,  yaitu  Arabia  yang lalu dibumbui oleh warna India dan Persia. Penyebaran itu pertama kali dikerjakan di pesisir utara Suamatera (Aceh) sebab posisi selat Malaka merupakan jalur perdagangan penting dunia, dan kemudian menyebar ke tempat yang lebih timur dan utara mirip Jawa (1450), Maluku (1490), Sulawesi (1600), Sulu (1450), dan Filipina selatan (1480).
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com


EmoticonEmoticon