Sunday, November 8, 2020

Dongeng Perang Badar Yang Menggetarkan

Loethfie Kamiel Baginda Rasulullah Saw tidak pernah sekalipun menyiapkan pertempuran dipadang Badar. Tapi Beliau Saw terpaksa menghadapi resiko besar yang sangat berbahaya itu. Awalnya Beliau Saw cuma bermaksud menghadang kafilah dagang kafir quraisy untuk mengambil hak harta mereka yang ditinggal di Mekkah. Sebab saat hijrah meninggalkan Makkah, para sahabat Radhiallahu’anhum tidak boleh membawa harta kekayaan mereka oleh kaum musuh Mekkah. Sebelum berangkat Baginda Nabi Saw memberi pengumuman bahwa ia akan pergi menghadang kafilah dagang kaum musuh dan bagi kaum muslimin yang siap dikala itu silahkan ikut sedang yang belum siap tidak ikut tidak apa – apa. Dan tercatat 316 teman yang siap ikut, sebagian besar lainnya memilih tetap di Madinah sebab (pikir mereka) hanya penghadangan kafilah saja. Dan Baginda Nabi Saw juga tidak mempermasalahkan apapun, kemudian ia keluar dengan 316 sahabatnya itu. Karena momennya penghadangan kafilah saja dan tidak jauh dari Madinah, maka para sobat Radhiallahu’anhum menjinjing senjata seperlunya saja. Sebagian sahabat Radhiallahu’anhum juga hanya menjinjing 13 onta dan dua orang saja yang berkuda. Nabi Saw sendiri dengan ontanya. Sisanya infantri, berlangsung kaki. Itupun di tengah jalan, dia memulangkan 3 orang sebab ada kebutuhan mendadak di Madinah, salah satunya Sahabat Utsman bin Affan Radliallahu’anhu. Seluruh teman besar ( Akaabirussahabah ) dan tokoh - tokoh penting Islam turut dalam pasukan penghadangan kafilah ini. Hanya saja (dan ini yang tidak diperhitungkan serdadu Islam), kafilah jualan quraisy lewat spionase mereka, mengetahui keluarnya baginda Nabi Saw beserta segenap pasukan, dan mereka segera mengantarkurir ke Mekkah memberi tahu tentang eksistensi pasukan Madinah yang menghadang mereka. Maka kurir inilah provokator peperangan ini. Dengan memberi isu seolah kafilah jualan mereka telah dirampok besar - besaran oleh pasukan Madinah, pakai acara potong hidung ontanya segala. Tentu saja seisi kota Mekkah heboh dan mereka segera merencanakan 1000 pasukan dengan 600 persenjataan lengkap, 700 unta, dan 300 kuda yang berisikan nyaris semua suku dan klan di Makkah yang dipimpin oleh Amr bin Hisyam alias Abu Jahal untuk menyerbu Madinah. Pasukan militer besar itu secepatnya berangkat. Di dikala yang sama, Abu Sufyan dengan terpelajar mengubah rute kafilah (caravan) dagangnya. Ia dan rombongan berhasil lolos setelah berbelok melalui Yanbu menyusuri pesisir Laut Merah Singkat dongeng, tim mata-mata Nabi Saw mengetahui keluarnya serdadu Mekkah dan memberitahu Nabi Saw. Pada 11 Maret 624, pasukan Abu Jahal telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar. Beberapa pasukan muslim, termasuk di antaranya Sahabat Ali bin Abi Thalib Radliallahu’anhu, sukses menangkap dua orang pembawa persediaan air pasukan Abu Jahal di sumur Badar. Dari hasil interogasi, kedua orang itu mengaku selaku pasukan Abu Jahal, bukan kafilah jualan Abu Sufyan. Pengakuan ini mengejutkan kaum muslimin. Mereka tak menyangka Abu Sufyan sukses meminta pinjaman dan mengirim santunan yang jaraknya semakin dekat. Artinya, perang susah terhindarkan Setelah lewat banyak sekali pertimbangan alhasil tidak ada opsi bagi Beliau Saw kecuali mesti menghadapi serdadu kafir yang sedang kalap itu, apalagi kafilah jualan juga mampu meloloskan diri. Sebenarnya dikala kafilah itu lolos, pemimpin kafilah mengantarpesan bahwa kafilah sudah selamat dan serdadu Mekkah baiknya kembali saja, namun panglima militer Makkah, Amr bin Hisyam (Abu Jahal) menolak saran itu dan bergairah untuk bertempur menghabisi Nabi Saw. Sempat terjadi friksi dalam militer Makkah alasannya beberapa suku menolak melanjutkan perjalanan. Karena kepentingan awal yakni menyelamatkan kafilah, bukan bertempur dengan Nabi Saw tanpa karena. Apalagi masih banyak famili di pasukan Madinah. Bani Zuhrah dan Bani Adi menawan diri sebab khawatir efek politik Abu Jahal bakal menguat kalau mengalahkan kaum muslimin. Sementara Thalib bin Abi Thalib menjinjing serombongan keluarga Bani Hasyim karena tak mampu bertempur dengan saudara sendiri tanpa argumentasi. Tapi Abu Jahal telah di luar nalar. Ia memaki orang-orang Makkah yang menentukan pulang. Termasuk Utbah bin Rabi’ah, “Uthbah pengecut!” maki Abu Jahal. Orang-orang Makkah tak suka disebut pengecut. Dengan seketika, ucapan Abu Jahal membangkitkan lagi semangat perang kaum Mekkah. Abu Jahal dengan segala kesumat dan kesombongannya serta kekuatan sukunya menekan suku - suku lain untuk melanjutkan perjalanan. “Demi Tuhan! Kita tak akan kembali sampai kita datang di Badar. Kita akan menginap tiga hari di sana, menyembelih unta-unta, berpesta dengan minum anggur dan gadis akan bermain untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar bahwa kita telah datang dan akan menghormati klan Thalib pada era yang hendak tiba,” kata Abu Jahal. Maka mau tak ingin mereka berlangsung terus menuju peperangan yang bantu-membantu tidak pernah diharapkan itu. Dari pihak Nabi sendiri saat mendapat informasi bahwa serdadu Makkah di bawah komando Abu Jahal menghendaki perang, beliaupun menghimpun tokoh - tokoh besar sahabatnya baik dari Mekkah (Muhajirin) dan Madinah (Ansor) untuk berunding apa semestinya yang dilakukan. Seluruh orang muhajirin setuju menghadapi tentara kafir itu, meski senjata seadanya. Namun Nabi Saw tidak hendak memaksa orang Ansor, Karena dalam draft piagam Madinah yang disepakati tidak ada kewajiban bagi Ansor untuk bertempur di area luar kota Madinah. Dan Nabi ingin tahu pendapat mereka. Ternyata orang Ansor pun bersedia bertempur membela Nabi dalam keadaan apapun. Atas saran seorang sobat, Nabi memindah pergerakan kaum muslimin ke sumur mata air terdekat lawan. Beliau juga memerintahkan biar sumur-sumur yang tersisa ditimbuni. Taktik ini brilian. Kaum Quraisy Mekkah terpaksa perang dengan bergerak ke arah yang diharapkan kaum muslimin demi menerima sumber mata air terakhir. Sementara itu, Nabi telah berhasil memosisikan para prajuritnya semoga pasukan Mekkah menghadap ke timur dengan sinar matahari langsung ke mata mereka. Hari yang memilih akhirnya tiba. Tepat 17 bulan berkat 2 Hijriah, atau 13 Maret 624, kedua kubu saling bertemu di lembah Badar. Singkat cerita, kesannya dua pasukan tak sebanding itu bertatap wajah. Keadaan sangat tegang, karena boleh dikata ini ialah perang kerabat. Hari itu, 17 Ramadhan 2 H. Hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh siapapun dari kedua belah pihak, utamanya prajurit Islam. Tentara yang berangkat tanpa pernah berlatih, tanpa senjata lengkap dan tanpa persiapan apapun. Hanya antisipasi dogma yang luar biasa saja. Malam sebelum pertempuran berkecamuk, Nabi Saw berdoa dengan sungguh mengibanya pada Allah Swt. Bahwa kalau pasukan islam ini binasa maka Allah Swt selamanya tak akan disembah lagi di muka bumi ini. Nabi Saw berdoa mengangkat tangan memohon sampai selendangnya terjatuh. Matahari makin naik, kedua serdadu telah saling berhadapan. Nabi Saw turun pribadi mengendalikan serdadu ini dengan strategi - strategi gres yang cukup gila sebelumnya. pasukan muslimin disiplin dalam satu komando dan terlatih. Di permulaan perang, pasukan Nabi menyingkir dari pertarungan jarak bersahabat dan lebih menentukan menyerang memakai panah. Pertarungan jarak akrab cuma dimungkinkan jika musuh mendekat. Nabi juga membagi pasukan muslim menjadi tiga kelompok sayap kanan, sayap kiri, dan tengah. Pasukan tengah yakni kaum Muhajirin dan Anshar yang sudah berbalik membela Nabi sampai titik darah penghabisan. Salah satu orang yang berada di pasukan tengah terdepan adalah Sahabat Ali bin Abi Thalib Radliyallahu’anhu. Sebelum perang berkecamuk sempat terjadi duel perang tanding antar dua pasukan. Dan 3 tentara Islam berhasil membabat 3 prajurit kafir. Setelah itu perang berkecamuk dengan luar biasa. Bulan puasa yang panas itu makin memantik api pertempuran. Dengan penuh keberanian serdadu Islam bertempur dengan menggelora menghadapi serbuan serdadu Quraisy Mekkah yang sebetulnya mentalnya sedang down. Dengan adanya derma dari langit yang tiba, ditambah seni manajemen tempur yang diterapkan Nabi Saw maka bisa memporakporandakan barisan militer quraisy Mekkah. Menjelang sore peperangan itu rampung dengan kaburnya sebagian besar tentara quraisy Mekkah karena ternyata yang banyak terbunuh yaitu jendral - jendral mereka. Salah satunya Abu Jahal, Panglima besar mereka yang tewas menyedihkan dengan kepala terpisah dari badannya. Itulah juga yang menciptakan tentaranya kabur. Sekitar 70 tokoh quraisy yang terbunuh dan 70 yang lain tertangkap oleh pasukan Islam. Pertempuran yang benar - benar hebat. Usai perang, Baginda Nabi Saw tidak langsung balik ke Madinah, namun berdiam 3 hari di Badar, berjaga - jaga siapa tahu serdadu kafir Mekkah kembali lagi. Saat itu jg ia mengirim kurir untuk mengantarkan kabar gembira ke Madinah tentang kemenangan gilang gemilang tentara Islam di Badar. Suasana segera berganti di Madinah dengan kebahagiaan dan pujian luar biasa. Perasaan begitu berkecamuk khususnya yang tidak ikut, antara gembira, besar hati, sekaligus menyesal kenapa ketika Nabi Saw memberitahukan penghadangan kok menentukan tidak ikut. Terlebih setelah ada kabar langit bahwa 313 orang ini mendapat khususiyah sebagai kelompok terbaik di muka bumi. Terkenal dengan Badriyyin. Sebaliknya di Mekkah keadaan seolah gempa bumi yg menghancurkan semuanya. Kesedihan tak tergambar, teriakan tangisan pecah di mana – mana, ditambah kebiasaan Arab kuno kalau ada akhir hayat, wanita - wanitanya menghantam - mukul kepala, merobek - robek baju, menabur - naburkan debu ke tampang seperti orang edan. Perang yang menciptakan Mekkah bermuram durja dan menciptakan Madinah semakin cerah bercahaya. Seketika itu juga nama Nabi Saw dan kaum muslimin tersohor di Jazirah, mereka menjadi buah bibir di manapun, banyak suku besar lengan berkuasa yang ciut nyali. Tidak mengira bila muncul kekuatan baru yang meski dengan sedikit pasukan saja bisa menghantam mundur militer terkuat dijazirah. Kaum Quraisy Makkah. Baginda Nabi Saw kemudian pulang kembali ke Madinah dengan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan. Begitu pula kaum muslimin, iktikad diri makin menguat. Sementara ke-70 tawanan perang itu diperlakukan dengan manusiawi, tidak diapa - apakan dan boleh bebas dengan tebusan. Atau jika tidak mampu menebus diri dengam nominal yang ditentukan, mereka cukup mengajari 10 anak madinah baca tulis sampai mampu. Banyak sekali pelajaran - pelajaran kehidupan yang mampu kita petik dari perang Badar ini. Pelajaran langsung dari sang Junjungan Saw kepada ummatnya. Bahwa mutu jauh lebih penting dari kuantitas. Al-kaif ahammu min al-kam. Bahwa seseorang yg tidak takut akan kematian, mampu mengeksplorasi seluruh kesanggupan terbaik dalam dirinya. Bahwa iman diri tinggi attsiqoh binnafs (high confidence,) bisa mengantar pada kesuksesan tanpa takut akan hambatan – hambatan. Bahwa keberhasilan, tidak akan datang begitu saja. Harus ada persiapan dan strategi untuk menjemputnya.
Sumber http://lets-sekolah.blogspot.com


EmoticonEmoticon