Pengertian Hibah
Dapat disimpulkan bahwa hibah berarti memberikan sesuatu dengan tidak mengharapkan imbalan dan tanpa ada sebab-sebab tertentu. Mudahnya, jika anda memberikan sesuatu untuk orang lain dengan ikhlas, maka anda dapat dikatakan telah berhibah. Karena hibah merupakan salah satu bentuk pemindahan hak milik. Hokum amalan tersebut adalah sunnah. Tentunya, sepanjang dilakukan dengan cara yang baik dan dengan tujuan semata-mata mencari keridhoan dari Allah.
Suatu catatan lain yang perlu diketahui ialah bahwa hibah itu mesti dilakukan oleh pemilik harta (pemberi harta) kepada pihak pertama dikala ia masih hidup. Jadi, transaksi hibah bersifat tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan atau disyaratkan bahwa perpindahan itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia.
Macam – macam Hibah
Bermacam-macam sebutan pemberian disebabkan oleh perbedaan niat (motivasi) orang-orang yang menyerahkan benda. Macam-macam hibah adalah sebagai berikut.
Al-Hibah, yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau dijelaskan oleh Imam Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayat al-Akhyar bahwa al-Hibah ialah :
“Pemilik tanpa penggantian.”
Shadaqah, yakni pemberian zat benda dari seseorang kepada yang lain tanpa mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh ganjaran (pahala) dari Allah Yang Maha Kuasa.
Wahiat, yang dimaksud dengan washiat menurut Hasbi Ash-Siddiqi ialah
Suatu akad yang dengan akad itu mengharuskan di masa hidupnya mendermakan hartanya orang lain yang diberikan sesudah wafatnya”.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa washiyyat adalah pemberian seseorang kepada yang lain yang diakadkan ketika hidup dan diberikan setelah yang mewasiatkan meninggal dunia. Sebagai catatan perlu diketahui bahwa tidak semua washiyyat itu termasuk pemberian, untuk lebih lengkap akan dibahas pada bab khusus.
Hadiah, yang dimaksud dengan hadiah ialah pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.
Rukun Hibah
Ada beberapa pendapat tentang rukun hibah
- Menurut ulama Hanafiyah, rukun hibah adalah ijab dan qabul sebab keduanya termasuk akad seperti halnya jual beli.
- Dalam kitab Al-Mabsuth, mereka mendambakan qadlohu (pemegang/penerimaan). Alasanya dalam hibah harus ketetapan dalam kepemilikan.
- Menurut jumhur ulama, rukun hibah ada 4
Wahib (pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan barang miliknya. Jumhur ulama berpendapat, jika orang yang sakit memberikan hibah, kemudian ia meninggal, maka hibah yang dikeluarkan adalah sepertiga dari harta peninggalan (tirkah).
Mauhub lah (penerima)
Penerima hibah adalah seluruh manusia. Ulama sepakat bahwa seseorang dibolehkan menghibahkan seluruh hartnya.
Mauhub
Mauhub adalah barang yang dihibahkan.
Sighat (ijab dan qobul)
Sighat hibah adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan ijab dan qobul, seperti dengan lafazh hibah, athiyah (pemberian dsb)
Ijab dapat dilakukan secara sharih, seperti seseorang berkata, ”saya hibahkan benda ini kepadamu” atau tidak jelas yg tidak akan lepas dari syarat, waktu, atau manfaat.
Syarat – syarat Hibah
Syarat bagi penghibah
- Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
- Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan.
- Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
- Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah dengan demikian haruslah didasarkan kepada kesukarelaan.
Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah ia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walaupun bagaimanapun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
Syarat-syarat benda yang dihibahkan
- Benda tersebut benar-benar ada
- Benda tersebut mempunyai nilai
- Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima perbedaannya dan pemilikannya dapat dialihkan
- Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah
- Dapat diperjual belikan dalam arti barang itu mempunyai nilai ekonomis, milik dari pemberi dan dapat diserahkan pada waktu pernyataan pemberian.
Syarat ijab qobul
Adapun menyangkut ijab qobul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini menurut penulis dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan qobul, misalnya si penghibah berkata ”Aku hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas si penerima hibah menjawab ”Aku terima hibahmu”.
Pelaksanaan Hibah
Pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari’at Islam adalah sebagai berikut :
- Penghibah dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
- Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan ada saat penghibah dilakukan dan kalau si penerima hibah dalam keadaan tidak cakap bertindak (misalnya belum dewasa atau kurang sehat akalnya, maka penerimaan dilakukan oleh walinya.
- Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh pemberi hibah.
- Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunnah), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
Demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Hibah Adalah : Pengertian, Macam, Rukun, Syarat dan Pelaksanaannya, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.
Sumber jk.com
EmoticonEmoticon