Rabu, 02 September 2020

Mengapa Di Indonesia Sering Terjadi Gempa Bumi? Ini 6 Alasannya

Sepanjang tahun 2018, tidak kurang dari 23 gempa bumi besar melanda Indonesia. Gempa bumi ini tidak cuma merusak bangunan di sekeliling namun juga menetralisir korban jiwa dan juga tidak terhitung berapa jumlah kerugian yang dialami oleh para korban gempa bumi. Sebagian besar gempa bumi yang ada di Indonesia, tidak cuma dinikmati oleh warga di sekeliling pusat gempa, tetapi juga beberapa daerah di erat terjadinya gempa bumi. Lalu apa yang mengakibatkan banyak terjadinya gempa bumi di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut klarifikasi dari penyebab mengapa sering terjadi gempa bumi di Indonesia.



  1. Letak Indonesia Yang Berada Di Dalam Cincin Api Pasifik


Nama Ring of Fire mungkin bukanlah nama yang abnormal dan selalu berhubungan dengan terjadinya bencana alam. Cincin Api Pasifik atau nama lain dari Ring of Fire ini yaitu merupakan ungkapan yang dipakai untuk menyebut kawasan yang sering mengalami letusan gunung berapi dan juga gempa bumi. Maka tak heran bila di Indonesia sendiri banyak didapatkan gunung berapi baik yang aktif maupun tidak dan juga sering terjadi gempa bumi.


Cincin Api Pasifik terbentuk dari akhir pergerakan yang berasal dari lempeng tektonik di bawah kerak bumi. Akibat dari pergerakan tersebut, maka permukaan bumi di atasnya sering mengalami letusan dari gunung berapi sampai gempa bumi. Cincin Api Pasifik mengelilingi cekungan Samudra Pasifik yang berupa mirip tapal kuda dengan luas daerah sepanjang kurang lebih 40.000 km. Dari 90 persen gempa bumi yang sudah terjadi, 81 persen berasal dari kawasan Cincin Api Pasifik.



  1. Posisi Indonesia yang Terletak di Pertemuan Tiga Lempeng Sekaligus


Bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, mengingat lempeng bumi tersebut terus bergerak sepanjang tahunnya. Terdapat 3 lempeng bumi yang berada di bawah daerah Indonesia, antara lain lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia. Lempeng-lempeng tersebut terus bergerak untuk saling bertabrakan antara satu dengan yang lain atau saling menjauh, yang akibatnya bisa saja salah satu lempeng akan patah atau bahkan mencuat ke atas permukaan bumi, karenanya muncul gempa bumi ataupun gunung api baru.


Salah satu kejadian bencana alam yang tidak terlalaikan oleh masyarakat Indonesia ialah Tsunami di Aceh pada tahun 2004. Tsunami tersebut dipicu balasan adanya goresan lempeng bumi (lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia) yang mengakibatkan gempa bumi di dasar bahari, sehingga mengakibatkan gelombang besar.



  1. Terjadi Pergerakan Lempeng Bumi


Lempeng bumi tidak selalu tetap posisinya dan selalu bergerak. Hal ini disebabkan lapisan yang berada di bawah kerak bumi bertekstur cair yang sangat panas, sehingga tidak aneh bila lempeng bumi utamanya lempeng tektonik akan senantiasa bergerak. Saat terjadi pergerakan, lempeng bumi akan menimbulkan tekanan yang nantinya akan memiliki dampak hadirnya gempa bumi. Besarnya tekanan yang dihasilkan balasan pergeseran lempeng bumi juga berpengaruh pada besar kecilnya gempa bumi yang terjadi. Gempa bumi yang dihasilkan balasan pergantian atau konferensi lempeng tektonik ini dikenal dengan perumpamaan gempa tektonik. Terkait dengan klarifikasi sebelumnya bahwa Indonesia berada di atas konferensi tiga lempeng bumi, maka tak heran bila di Indonesai banyak terjadi gempa bumi.



  1. Terletak Di Alpine Belt/ Sabuk Alpine


Selain berada di daerah Ring of Fire, Indonesia juga berada di kawasan Alpine Belt atau Sabuk Alpine. Wilayah – daerah di Indonesia yang termasuk ke dalam sabuk Alpine ialah pulau Sumatera dan pulau Jawa. Namun, terdapat sisi kasatmata berada di tempat sabuk Alpine ini ialah, tanah di tempat ini tergolong subur. Beberapa wilayah di Indonesia yang berada di atas sabuk Alpine ini yakni Danau Toba, Gunung Anak Krakatau, dan Gunung Merapi. Ada sekitar 17 persen gempa bumi terbesar di dunia dan sekitar 5 sampai 6 persennya berasal dari gempa bumi terjadi di daerah sabuk Alpine.



  1. Terletak di Batas Konvergen Lempeng Indo-Australia Dengan Lempeng Sunda


Mungkin bagi kalian yang tinggal di pulau Jawa bab selatan, cukup sering merasakan gempa bumi, baik yang berukuran kecil maupun yang besar. Hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan lempeng di Indonesia, yaitu pertemuan antara lempeng Sunda dengan lempeng Indo-Australia. Lempeng Sunda sendiri dianggap selaku bab dari Lempeng Eurasia. Tidak cuma di Indonesia bagian selatan saja, gempa bumi juga sering terjadi di pulau Sumatera. Sebab di pulau Sumatera berada di perbatasan konvergen, adalah tempat di mana lempeng Indo-Australia menujam ke bawah lempeng Sunda, jadinya pulau Sumatera terlihat miring. Zona pertemuan ini tergolong zona struktur paling aktif di bumi dan juga paling bertanggung jawab atas terjadinya gempa bumi. Kecepatan pergerakan kedua lempeng ini berlainan – beda di setiap daerah. Di kawasan barat Sumatera Selatan kecepatan pergerakan lempeng berkisar 60 mm/tahun sedangkan di pulau Jawa berkisar 70 mm/tahun.



  1. Terjadi Perlambatan Rotasi Bumi


Pada tahun 2018 dimulai dari bulan Januari hingga final bulan Desember, gempa bumi berukuran kecil dengan magnitudo kurang dari 4,0 sebanyak 9.081 kali, skala ringan dengan magnitudo 4,1 – 5,0 sebanyak 2.275 kali, skala menengah dengan magnitudo 5,1 – 6,0 sebanyak 210 kali, skala kuat bermagnitudo 6,1 – 7,0 sebanyak 12 kali dan gempa besar bermagnitudo 7,1 – 8,0 satu kali (terjadi di Palu, 28 September 2018, magnitudo 7,5). Jika ditotal, gempa yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 11.577 kali dan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni 6.929 kali.


Ada suatu ramalan yang menyampaikan bahwa akan terjadi gempa besar di daerah khatulistiwa pada tahun 2018. Ramalan ini berasal dari inovasi yang dijalankan oleh Roger Bilham dan Rebecca Bendick pada pertemuan tahunan Masyarakat Geologi Amerika. Mereka menerangkan akan terjadi banyak gempa yang disebabkan oleh penurunan rotasi bumi. Pemberitaan tersebut sontak menciptakan ketakutan penduduk , hingga Bendick merasa bersalah dan memperlihatkan klarifikasi. Bendick menegaskan bahwa hasil laporannya menunjukkan probabilitas dan bukan ramalan.


Bilham dan Bendick mempelajari mekanisme mengenai hubungan rotasi dengan gugus gempa bumi. Saat rotasi bumi berubah bentuknya juga akan bergeser yang diibaratkan selaku rok penari. Di dikala rotasi bumi menjadi lambat setiap 30 tahun sekali, sebagian besar massa akan bergerak ke arah kutub dan ke arah khatulistiwa saat rotasi bumi lebih cepat. Perubahan ini terjadi sekitar 1 mm akan namun energi memiliki peluang yang terkumpul di patahan bumi bisa menimbulkan gempa yang cukup dasyat. Namun penemuan tersebut ditentang oleh Dr. Virginia Toy yang mengatakan kalau bukanlah hal baru jikalau terdapat korelasi antara satu kejadian alam dengan fenomena lainnya. Hasil laporan yang berasal dari Amerika itu dianggap oleh Toy seperti kita akan mengalami lompatan dari 6 ke 20 gempa besar per tahun dan itu mustahil.


Nah, itulah tadi klarifikasi perihal argumentasi penyebab sering terjadinya gempa bumi di Indonesia.



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon